RSS

Kamis, 12 Mei 2011

Sesekali, Lihatlah ke Bawah

Pada semester sebelumnya, saya melakukan riset kecil-kecilan menyangkut MDGs (Millenium Development Goals) yang terdiri dari delapan aspek, yaitu: kemiskinan & kelaparan, pendidikan universal, kesetaraan gender, kesehatan anak, kesehatan ibu, penanggulangan HIV/AIDS, keberlanjutan lingkungan, dan kemitraan global. Riset ini tentunya berdasarkan sebuah tugas mata kuliah Komunikasi Pembangunan dan Perubahan Sosial (emang dasar males, pasti alasannya tugas, deh).

Nah, jadilah saya harus mencari 5 kepala keluarga dengan penghasilan di bawah UMR. Adapun, UMR di Bekasi adalah Rp1.300.000. Emang dasar males (lagi), saya akhirnya ke daerah tempat tinggal pembantu saya (Mbak Sum). Akhirnya saya wawancara teman-teman Mbak Sum yang kebanyakan prianya bekerja sebagai kuli bangunan dan perempuannya sebagai pembantu cuci gosok.

Foto Sujiman (60) dan Nunung (41) di rumahnya. Saat saya wawancara Pak Sujiman, Ia mengaku sering merasa sakit di dada kirinya. Ia tidak ke dokter karena alasan biaya. Seminggu setelahnya, saya mendapat kabar Pak Sujiman meninggal :"(

Rumah mereka tidak jauh dari rumah saya. Naik motor hanya lima menit saja sepertinya. Bisa dibilang sangat dekat. Sebelumnya, saya sudah diberitahukan papa saya, betapa buruknya kondisi rumah Mbak Sum. Mendengar cerita papa, saya biasa saja, saya pikir, memang seburuk apa sih? Ternyata...., saat saya ke sana, kondisinya memang sangat buruk!

Rumah-rumah di sana ukurannya tidak jauh berbeda dengan kosan saya, sekitar 4x4 meter. Malahan, ada yang lebih kecil lagi, sekitar 3x3 meter! Namun, rumah seukuran itu dihuni oleh 2-4 orang, sedangkan saya hanya seorang diri di kosan. Bahkan, bisa dibilang, tidak layak disebut sebuah rumah. Baunya apak, sangat banyak nyamuk, remang-remang, barang bertumpuk di mana-mana (mungkin karena rumahnya sangat sempit), serta kamar mandi yang digunakan bersama-sama.

Keadaan rumah Mbak Sum. Rumah ini menampung 4 orang.

Pendapatan kepala keluarga rata-rata berkisar Rp200.000-Rp700.000. Biasanya, kepala keluarga dibantu oleh istrinya yang bekerja sebagai pembantu cuci gosok. Namun, gajinya pun tak seberapa. Lima keluarga yang saya wawancarai semuanya sudah memiliki anak, dan untungnya, anak-anak yang sudah masuk usia sekolah, disekolahkan oleh mereka. Tentunya, dengan banyak kesulitan. Ternyata, dana BOS belum menjangkau rakyat miskin seperti mereka.

Bila lihat kesetaraan gender dalam hal pendidikan, rasanya memang sudah tercapai kesetaraan dilihat dari jawaban mereka, “Cewek atau cowok itu sama saja, sama-sama harus disekolahkan”. Aspek kesehatan ibu, seperti KB, juga sudah dikenal oleh mereka. Mereka rajin memasang KB agar dapat mencegah kehamilan. Masing-masing dari mereka sudah sadar betul betapa susahnya membesarkan anak, serta sudah tidak tergiur dengan slogan “Banyak anak banyak rejeki”. Aspek kesehatan anak, tentunya belum tercukupi bila melihat asupan gizi yang tidak memadai. Sementara untuk faktor lingkungan, dapat dikatakan bahwa lingkungan yang mereka tinggali benar-benar tidak sehat. Meskipun banyak nyamuk, tidak ada satupun dari mereka yang pernah terkena demam berdarah atau malaria. Wah, Tuhan sangat bijaksana!

Keluarga Usro - Waty. Rian (1) terbaring dalam keadaan demam. Tepat di atasnya, ada jemuran. Owalah....

Yang membuat saya prihatin adalah ketika melihat kondisi anak kecil yang tinggal di tempat seperti itu. Keluarga Usro – Waty misalnya, mempunyai dua orang anak yang masih sangat kecil, yaitu Adi (3) dan Rian (1). Melihat anak sekecil mereka tinggal di tempat kumuh seperti itu, sungguh menyedihkan. Belum lagi, kebiasaan memakan chiki dan tidak adanya asupan susu (untuk Adi). Saat saya ke sana pun, Rian sedang terbaring lemas karena demam. Bagi Usro dan Waty, demam adalah penyakit biasa bagi bayi. Namun, kita tahu, demam tidak boleh disepelekan. Di dalam rumah, terdapat jemuran, tepat di atas Rian. Tidak heran bila rumah tersebut sangatlah lembab dibandingkan rumah lain.

Tugas ini menjadi alarm pribadi bagi saya. Ketika melihat lagi tugas ini, selalu terdengar suara “Sesekali, lihatlah ke bawah” di kepala saya. Selalu ada orang yang kurang beruntung di sekeliling kita, yang bahkan rumahnya dapat ditempuh dalam waktu 5 menit dari rumah kita. Bersyukurlah kita yang masih bisa hidup berkecukupan. Sesekali, lihatlah ke bawah.

2 komentar:

Alex mengatakan...

Nice hanie...VERY NICE
T_T

Haney mengatakan...

Kita sangat beruntung ko :)

Posting Komentar